Pemalsuan brand merupakan tindakan yang merugikan baik bagi pemilik brand maupun konsumen. Di Indonesia, pemalsuan brand merupakan pelanggaran hukum yang serius dan dapat dikenai sanksi pidana serta perdata.
Penanganan hukum terhadap pemalsuan brand menjadi penting untuk menjaga keberlangsungan bisnis serta melindungi konsumen dari produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas.
Kasus pemalsuan brand memang cukup umum terjadi di Indonesia. Praktik pemalsuan brand dapat ditemukan dalam berbagai sektor, mulai dari pakaian, aksesoris, obat-obatan, makanan dan minuman, elektronik, hingga barang-barang mewah. Beberapa faktor yang menyebabkan kasus pemalsuan brand banyak terjadi di Indonesia antara lain:
- Pasar yang besar: Indonesia memiliki pasar yang besar dengan jumlah penduduk yang cukup besar juga. Hal ini membuat Indonesia menjadi pasar potensial bagi para pelaku pemalsuan untuk menjual produk palsu.
- Permintaan konsumen: Permintaan konsumen terhadap produk-produk branded seringkali tinggi namun harganya tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat. Akibatnya, ada permintaan besar terhadap produk palsu yang dijual dengan harga lebih murah.
- Keterbatasan pengawasan: Meskipun pemerintah telah melakukan upaya untuk mengawasi peredaran produk palsu, namun keterbatasan sumber daya dan infrastruktur masih menjadi kendala. Hal ini memungkinkan bagi para pelaku pemalsuan untuk beroperasi dengan relatif mudah.
- Kemajuan teknologi: Kemajuan teknologi juga memudahkan para pelaku pemalsuan dalam membuat produk tiruan yang semakin mirip dengan produk aslinya. Teknologi digital memungkinkan pembuatan label, kemasan, dan hologram palsu yang sulit dibedakan dari aslinya.
- Kurangnya kesadaran konsumen: Sebagai konsumen mungkin tidak memahami risiko dan bahaya yang terkait dengan produk palsu. Beberapa konsumen mungkin lebih memilih membeli produk palsu karena harganya lebih murah tanpa memperhatikan kualitas dan keamanannya.
Meskipun demikian, pemerintah dan pihak berwenang terus berupaya meningkatkan penegakan hukum dan kesadaran masyarakat untuk mengurangi kasus pemalsuan brand di Indonesia. Kolaborasi antara pemerintah, pemilik brand, dan pelaku industri juga menjadi kunci dalam mengatasi masalah ini secara efektif.
Hukum Indonesia Untuk Kasus Pemalsuan Merek
Berdasarkan ketentuan hukum yang diatur dalam Pasal 100 dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis mengatur akibat hukum, baik pidana kurungan maupun denda bagi mereka yang melanggar.
Pasal 100:
(1) Setiap orang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
2) Setiap orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang jenis barangnya mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup, dan/atau kematian manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 102:
“Setiap Orang yang memperdagangkan barang dan/atau jasa dan/atau produk yang diketahui atau patut diduga mengetahui barang dan/atau jasa dan/atau produk tersebut merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 dan Pasal 101 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).”
Penanganan Hukum Kasus Pemalsuan Brand Untuk Pemilik Bisnis
Ketika sebuah brand mengalami pemalsuan, pemilik brand dapat mengambil langkah-langkah penanganan hukum sebagai berikut:
a. Melakukan Pembuktian: Pemilik brand perlu mengumpulkan bukti yang cukup kuat untuk membuktikan bahwa terjadi pemalsuan terhadap merek dagang mereka. Ini bisa berupa bukti fisik seperti produk palsu, dokumentasi perizinan merek, atau bukti transaksi yang tidak sah.
b. Melakukan Laporan Polisi: Langkah pertama yang dapat diambil adalah melaporkan kasus pemalsuan kepada pihak kepolisian. Polisi akan melakukan penyelidikan untuk menemukan pelaku pemalsuan dan mengumpulkan bukti yang diperlukan untuk proses hukum selanjutnya.
c. Mengajukan Gugatan Perdata: Selain melalui jalur pidana, pemilik brand juga dapat mengajukan gugatan perdata terhadap pihak yang melakukan pemalsuan. Gugatan perdata ini bertujuan untuk mendapatkan ganti rugi atas kerugian finansial maupun reputasi yang disebabkan oleh pemalsuan tersebut.
SECQURE: Solusi Anti-Pemalsuan Produk untuk Meningkatkan Loyalitas Pelanggan dan Revenue Bisnis
SEQCURE adalah solusi bagi industri B2C untuk mengamankan keaslian produk dan menjaga loyalitas serta kepercayaan pelanggan dalam menggunakan produk dari brand Anda.
Dengan kode QR yang dibuat secara khusus pada setiap kemasan produk Anda, Seqcure tidak hanya dapat menjaga keaslian produk tetapi juga memberikan Anda insight terbaik untuk mengenal customer dengan lebih baik.
Tentunya data customer ini dapat Anda gunakan untuk menyusun strategi marketing terbaik untuk meningkatkan revenue bisnis dan membentuk strategi pemasaran Anda. Secqure adalah game changer untuk bisnis Anda di masa kini.
SECQURE tidak hanya menjamin keaslian produk Anda tetapi juga memberikan analisis data pelanggan yang mendalam. Informasi ini sangat berharga untuk mengembangkan strategi marketing yang lebih tepat sasaran, memperkuat hubungan dengan pelanggan, dan akhirnya meningkatkan pendapatan bisnis Anda.
Sudah siap untuk melindungi brand Anda bersama Secqure? Mari jadwalkan konsultasi bersama tim terbaik Secqure pada link berikut ini: Jadwalkan Konsultasi